Tegal - Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dr. H. Abdul Fikri Faqih hadir dalam acara workshop Pendidikan yang diadakan Kemendikbud RI Cq Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan yang bertempat di Plaza Hotel, Tegal, 2 Desember 2021.
Workshop Pendidikan itu sendiri mengambil tema "Penguatan Digitalisasi Pendidikan dan Transformasi Pembelajaran Tatap Muka dalam Mewujudkan Implementasi Merdeka Belajar".
Hadir dalam acara tersebut, beberapa narasumber, Dr. H. Abdul Fikri Faqih (Wakil Ketua Komisi X DPR RI), Singgih, mewakili Kepala dinas pendidikan dan kebudayaan Kota Tegal, Dra. Mimik Supriyatin, MM (Kepsek SMA N 1 Slawi), Prof. Dr. Isnuarto (Kepala LP3 Unnes Semarang).
Abdul Fikri mengatakan pada awak media bahwa pembelajaran sistem jarak jauh (daring) selama ini itu hanya mencapai keberhasilan 40%.
“Memang Covid-19 yang dua tahun kurang tiga bulan ini, menurut laporan kemendikbud RI itu, efektifitas PJJ itu Cuma 40 persen dan yang 60 persennya lost, ” ujar Fikri.
Sehingga masih menurutnya, para pengamat pendidikan hati-hati dengan learning lost. Satu tahun kalau tidak pembelajaran tatap muka ya bisa lost generation. Ini workshop untuk mencari model bagaimana caranya supaya tidak terlalu besar imbasnya.
“Ini konsep PJJ tapi juga ada tatap muka, supaya menambah klaster baru, bahkan sekarang sudah diwarning akan ada varian baru, tapikan SDMnya harus diselamatkan. Kalau engga, apalagi kalau Kota Tegal masih mending, ” lanjutnya.
Fikri juga menyebutkan bahwa betapa pentingnya kesadaran masyarakat untuk membangkitkan dan harus ada kreatifitas dan dimulai dari mana, kebetulan workshop tersebut yang hadir semuanya guru.
“Tadi saya sempat cerita ketika Hiroshima dan Nagasaki dibom, yang ditanya bukan kamu amunisinya masih berapa dan tentaranya masih berapa, bahan pangan masih berapa, bukan itu, tapi jumlah guru masih berapa, ” ungkap Fikri.
Lebih jelasnya, Fikri mengungkapkan bahwa kapital atau modal yang paling berharga yaitu yang ditempatkan pada manusia.
Kalau manusianya dinaikan kapasitsnya tapi problematikanya semakin banyak, maka hanya bisa disantuni.
Tentang rencana diterapkannya level 3, hal itu perlu ada dialog atau diskusi, kreatifitas diantara penyelenggara pendidikan, kepala sekolah, guru dan orang tua siswa atau komite agar ada keselarasan penyelenggaraan pendidikan.
"Kalau ini misalnya diperpanjang, ada yang pakai PJJ tapi ada juga yang pakai tatap muka. Tapi memang skema yang baku dari kemendikbud tidak ada, " terangnya.
Sesuai dengan UU No. 13 Tahun 2014 itu memang kewenangannya dipisah-pisah.
"Perguruan tinggi urusannya pusat, SMA, SMK dan pendidikan khusus itu provinsi dan SMP, SD dan PAUD itu urusannya Kota dan Kabupaten, " tambahnya. Mereka mengambil perannya sendiri-sendiri sehingga tidak ada metodologi bakunya. (Anis Yahya)